Thursday, December 15, 2016

Bung Karno di Ende part 4 (Soekarno dan Sahabat-sahabatnya)


Huijtink, Bouma, dan Bung Karno

            Di Ende, Soekarno bukan hanya memperoleh kesempatan untuk memperdalam agama Katolik tetapi juga berkarib dengan para pastor. Dalam buku Sejarah Gereja Indonesia, Pater Muskens menulis, “Selama pengasingan di Flores, dari tahun 1934-1938, pastor Ende-lah yang menaruh perhatian besar terhadap Soekarno. Para pastor itu memang merupakan orang-orang terkemuka di kalangan masyarakat di sana.”
            Pada waktu itu, orang yang tingkat pendidikannya sama dan sering bergaul dengan Soekarno, hanyalah pastor Paroki Ende dan pemimpin regional para pastor Flores, yang berdiam di Ende. Soekarno leluasa datang di ruang bacaan dan istirahat di pastoran.
            Di Biara Santo Yosef Ende, Soekarno bersahabat erat dengan para pastor dan bruder. Secara khusus, Soekarno menjalin persahabatan dengan dua pastor di sana. Pertama, dengan Pater P.G. Huijtink SVD, yang waktu itu menjadi pastor Paroki Katedral. Misionaris asal Belanda inilah yang memberikan kesempatan kepada Soekarno dan kelompok sandiwaranya untuk mengunakan gedung Immaculata sebagai tempat pementasan.
            Pater Huijtink pernah meramalkan Soekarno akan menjadi pemimpin besar. Suatu waktu, Pater Huijtink memutuskan untuk berjalan di samping kiri Soekarno. Soekarno langsung protes, “Pater harus di kanan.” Pater Huijtink menjawab dengan nada agak meramal, “Tidak, Soekarno, Presiden Indonesia, di kanan.” Seperti dilansir kompasiana com (30/11/2012), sahabat Bung Karno yang lain ialah Pater Dr Bouma SVD, yang waktu itu pemimpin para pastor Serikat Sabda Allah (SVD) se-Regio Flores. Soekarno dan Pater Bouma sering terlibat dalam pembicaraan panjang. Akan tetapi, hingga akhir hayatnya, pastor yang menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Indonesia ini, tidak pernah membuka satu kata pun dari isi pembicaraannya dengan Soekarno. Keadaan waktu itu memang tidak memungkinkan. Maklum, ‘mata-mata’ dan ‘telinga-telinga’ Belanda ada di mana-mana. Selain kedua pastor itu, Soekarno juga bersahabat dengan seorang pastor muda yang kala itu sedang menekuni bahasa Indonesia, Pater Adriaan Moomersteeg. Misionaris ini sempat bertemu Soekarno beberapa kali pada tahun 1937. Pertemuan keduanya tidak pernah direncanakan, tetapi karena kebetulan saja. Pater Mom, begitu panggilan akrabnya, begitu terkesan dengan kepribadian Soekarno yang hangat dan komunikatif. Menurut Pater Mom, Soekarno menjadi tamu tetap dan teman akrab Pater Huijtink dan Pater Bouma. Selain itu, Soekarno juga sering berkunjung ke Bruder Lambert dan Bruder Cherubim di sebuah bengkel kayu, baik sekadar untuk bertukar pikiran maupun untuk memesan keperluan pertunjukan sandiwara.



No comments: