Huijtink, Bouma, dan Bung Karno |
Di Ende, Soekarno bukan hanya
memperoleh kesempatan untuk memperdalam agama Katolik tetapi juga berkarib
dengan para pastor. Dalam buku Sejarah Gereja Indonesia, Pater Muskens menulis,
“Selama pengasingan di Flores, dari tahun 1934-1938, pastor Ende-lah yang
menaruh perhatian besar terhadap Soekarno. Para pastor itu memang merupakan
orang-orang terkemuka di kalangan masyarakat di sana.”
Pada waktu itu, orang yang tingkat
pendidikannya sama dan sering bergaul dengan Soekarno, hanyalah pastor Paroki
Ende dan pemimpin regional para pastor Flores, yang berdiam di Ende. Soekarno
leluasa datang di ruang bacaan dan istirahat di pastoran.
Di Biara Santo Yosef Ende, Soekarno
bersahabat erat dengan para pastor dan bruder. Secara khusus, Soekarno menjalin
persahabatan dengan dua pastor di sana. Pertama, dengan Pater P.G. Huijtink
SVD, yang waktu itu menjadi pastor Paroki Katedral. Misionaris asal Belanda
inilah yang memberikan kesempatan kepada Soekarno dan kelompok sandiwaranya
untuk mengunakan gedung Immaculata sebagai tempat pementasan.
Pater Huijtink pernah meramalkan
Soekarno akan menjadi pemimpin besar. Suatu waktu, Pater Huijtink memutuskan
untuk berjalan di samping kiri Soekarno. Soekarno langsung protes, “Pater harus
di kanan.” Pater Huijtink menjawab dengan nada agak meramal, “Tidak, Soekarno,
Presiden Indonesia, di kanan.” Seperti dilansir kompasiana com (30/11/2012),
sahabat Bung Karno yang lain ialah Pater Dr Bouma SVD, yang waktu itu pemimpin
para pastor Serikat Sabda Allah (SVD) se-Regio Flores. Soekarno dan Pater Bouma
sering terlibat dalam pembicaraan panjang. Akan tetapi, hingga akhir hayatnya,
pastor yang menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Indonesia ini, tidak
pernah membuka satu kata pun dari isi pembicaraannya dengan Soekarno. Keadaan
waktu itu memang tidak memungkinkan. Maklum, ‘mata-mata’ dan ‘telinga-telinga’
Belanda ada di mana-mana. Selain kedua pastor itu, Soekarno juga bersahabat
dengan seorang pastor muda yang kala itu sedang menekuni bahasa Indonesia,
Pater Adriaan Moomersteeg. Misionaris ini sempat bertemu Soekarno beberapa kali
pada tahun 1937. Pertemuan keduanya tidak pernah direncanakan, tetapi karena
kebetulan saja. Pater Mom, begitu panggilan akrabnya, begitu terkesan dengan
kepribadian Soekarno yang hangat dan komunikatif. Menurut Pater Mom, Soekarno
menjadi tamu tetap dan teman akrab Pater Huijtink dan Pater Bouma. Selain itu,
Soekarno juga sering berkunjung ke Bruder Lambert dan Bruder Cherubim di sebuah
bengkel kayu, baik sekadar untuk bertukar pikiran maupun untuk memesan
keperluan pertunjukan sandiwara.
Referense:
https://www.kaskus.co.id/thread/522dbc4738cb17b739000004/soekarno-pada-masa-pengasingan-di-ende/
No comments:
Post a Comment