Wednesday, November 19, 2014

CERITA RAKYAT ENDE-LIO #1 ("Legenda Gunung Iya, Meja, Wongge")


                  Jaman dahulu kala, ada dua orang pria yang bernama Meja dan Wongge serta seorang wanita berparas sangat cantik yang bernama Iya. Karena wajah Iya yang sangat cantik dan mempesona, maka tidak heran jika Iya kemudian menjadi bunga di Ende. Seluruh pria di Ende berusaha untuk mendapatkan cintanya, berlomba untuk bisa menjadikan Iya sebagai kekasih hati termasuk Meja dan Wongge.
                  Namun, Iya lebih menyukai Meja daripada Wongge yang memang berwatak kasar. Pinangan Meja disambut dengan baik oleh Iya, sedangkan pinangan Wongge ditolak. Wongge pun tidak bisa menerima kenyataan ini dan marah besar. Dengan penuh amarah karena cintanya ditolak, Wongge berjanji akan melakukan segala cara untuk menghalangi hubungan antara Iya dan Meja. Wongge berencana untuk membunuh Meja. Wongge berpikir bahwa Meja tidak boleh menikah dengan Iya.
                   Suatu hari, Wongge mendapati Meja dan Iya sedang berjalan bersama, dengan amarah dan dendam Wongge mengambil parangnya dan memenggal kepala Meja seketika itu juga Meja tewas tak bernyawa.  Melihat kekasih hatinya dalam keadaan sudah tak bernyawa lagi, Iya hanya bisa meratap sedih dan menangis di samping tubuh Meja yang sudah tak bernyawa.

                    Hingga sekarang masyarakat Ende percaya parang yang digunakan Wongge untuk menebas kepala Meja menjadi pulau Ende, kepala Meja yang terlepas dari tubuhnya menjadi pulau Koa, Wongge, Iya dan Meja kemudian menjadi 3 gunung di Ende yang masih ada sampai sekarang. Gunung Iya merupakan gunung berapi yang masih aktif sampai sekarang dan masyarakat Ende percaya bahwa jika Iya meletus itu tandanya Iya sedang menangisi kekasih hatinya Meja. Gunung Iya sampai sekarang setia mendampingi kekasih hatinya Gunung Meja di selatan kota Ende. Wongge yang penuh dengan amarah dan kebencian pergi menyendiri  di utara kota Ende.

GAMBAR :


Gunung Meja

Pulau Koa / Kepala Gunung Meja

Gunung Iya

Gunung Wongge

Pulau Ende / Parang Gunung Wongge



Monday, November 3, 2014

SEJARAH KERAJAAN ENDE




            Hingga kini, tidak banyak yang mengetahui asal mula berdirinya kota Ende secara jelas, namun bagian-bagian pencerahan bertumpu pada serpihan-serpihan sejarah yang tercecer kini perlahan mulai terkuak, sehingga munculnya artikel ini menjadi 'turning point' untuk dijadikan pedoman penggalian fondasi sejarah yang utuh. Meski hanya serpihan, namun artikel yang di himpun dari beberapa sumber ini dapat memberi gambaran jelas kemisterian peristiwa masa lampau. Karena itu, pada bagian mukadimah penulis ingin menyampaikan agar setiap pembaca dapat memberikan kontribusi menyempurnakan isi jika dalam artikel ini terdapat kekurangan.

            Penulis memahami, bahwa munculnya artikel ini dapat saja menuai perbedaan tajam antara sumber lisan maupun literatur yang dimiliki penulis. Namun demikian, penulis merasa tertantang untuk menerobos kewenangan sejarah masa lampau yang penuh misteri demi tersemburnya sebuah fakta otentik. Karena ini, penulis mengajak semua para pembaca untuk sama-sama melengkapi tulisan ini. Dari sumber yang tercantum diatas, penulis menemukan beberapa fakta sejarah kota Ende yang konon merupakan sebuah perkampungan kecil (Nua Endeh) dan kemudian berkembang menjadi sebuah kerajaan bernama kerajaan Endeh.

            Dahulu, Ende merupakan tempat persinggahan dan bandar pelabuhan perdagangan antar masyarakat nusantara maupun masyarakat luar. Letaknya yang strategis, berada di tengah-tengah pulau Flores membuat Ende sangat diminati oleh saudagar-saudagar sehingga kaum gujarat, unsur Cina, kaum muslim, kerajaan Majapahit, kesultanan Gowa, kesultanan Bima, Portugis dan Belanda pun kepincut ingin menguasai Ende lewat perdagangan, penyebaran agama maupun agresi-agresi militer.

            Satoshi dalam naskah sejarah Flores mengemukakan bahwa; "Pendiri kerajaan Endeh adalah seorang pria dari Jawa. Beliau menikahi puteri tuan tanah di Endeh dari kampung Numba dan dari kampung Nggela. Sebab itu ia diberi kekuasaan dan hak-hak atas tanah Ende oleh ayahnya mertuanya. Kemudian ia mendirikan dinasti Endeh (Kerajaan Endeh). Ia adalah raja pertama bernama Djari Jawa sekitar abad 15. Nama asli Djari Djawa adalah Raden Husen, seperti nama Islam Jawa". Pada orde ini, kerajaan Ende berdiri secara tradisional tanpa sentuhan pengaruh Portugis maupun Belanda. Namun kerajaan ini tidak berkembang karena sistem kerajaan yang pada waktu itu tidak dimanaging dengan baik, sehingga terjadi stagnasi dalam waktu yang cukup lama.
            Kerajaan Endeh akhirnya dihidupkan kembali pada masa pemerintahan raja Indra Dewa sekitar tahun 1800 atas dukungan raja Gowa (Sulawesi). Pada periode ini, sultan Bima yang juga merupakan keturunan raja Gowa turut berperan membina hubungan kekerabatan dengan raja Indra Dewa. Jauh sebelum masa pemerintahan raja Indra Dewa, bangsa Portugis telah melakukan perniagaan di wilayah Endeh karena Ende merupakan penghasil kayu manis terbesar di dunia. Sehingga untuk mempertahankan mengaruhnya, Portugis mendirikan benteng Rendo Rate Rua di pulau Ende pada tahun 1659-1661. Benteng itu akhirnya dibakar oleh para bajak laut. Hal lain yang menyebabkan terbakarnya benteng Rendo Rate Rua ialah; terjadinya perebutan gadis Rendo dikalangan bajak laut dengan misonaris Portugis. Hubungan kekerabatan antara kesultanan Bima dengan kerajaan Ende berlanjut meski kerajaan Gowa telah runtuh oleh agresi militer Belanda di Sulawesi.

            Di era kolonial Hindia Belanda, terungkap sebuah peristiwa dimana hubungan yang tidak begitu sederhana antara kerajaan Ende dan Pemerintah Belanda. Hubungan itu telah terbina pada kisaran tahun 1890, tahun yang menurut salah satu petugas (de Vries), demarcates periode sebelum 1907.

            Pada bulan Juni 1890, Kupang-menjadi tempat penahanan Bara Nuri seorang mosalaki dan pejuang daerah Ende dari kampung Wolo Are. Baranuri kemudian berhasil melarikan diri dan kembali ke Ende. Pemerintah Kolonial Belanda meminta Aroeboesman raja Ende waktu itu untuk membantu pemerintah menangkap Bara Nuri, namun upaya itu selalu gagal. Setelah kegagalan berulang-ulang, terutama karena keengganan pemerintah Belanda untuk membantu bekerja sama dengan raja, namun raja akhirnya berhasil menangkap Bara Nuri.

            Setelah kembali ke Ende, Bara Nuri meminta bantuan Marilonga salah satu pejuang sekaligus mosalaki di tanah Lio. Mereka mensiasati dan membangun sebuah benteng pertahanan di desa Manu Nggoo sehingga raja Ende menyerang desa itu. Kedua pahlawan Ende ini menguasai masing-masing medan tempur. Bara Nuri di wilayah Ende dan Marilonga di wilayah Lio. Kedua figur ini saling menopang dalam menghadapi agresi Belanda.

            Pada 8 Januari 1891, kapal perang Jawa muncul di teluk Ipi Ende. Dengan bantuan ini dan sekitar 1.000 orang berkumpul oleh upaya raja, menyerang benteng Bara Nuri pada tanggal 10 Januari, dan gagal lagi. Pada bulan Februari, bala bantuan datang dari Kupang atas komando cruiser van Speijck.

            Pada tahun 1896, raja Pua Meno secara resmi ditunjuk sebagai raja Ende oleh Pemerintah Belanda. Upaya untuk menangkap Bara Nuri pun dilanjutkan raja Pua Meno yang diangkat Belanda.

            Melihat bahwa Bara Nuri tidak akan menyerah meskipun dihujani serangan bertubi-tubi oleh kekuatan Belanda, lalu Belanda pun mengirimkan posthouder (Rozet) untuk melakukan perundingan gencatan senjata. Setelah menyimpulkan perdamaian, Bara Nuri akhirnya memutuskan untuk keluar hanya untuk ditangkap oleh posthouder. Ini suatu perbuatan pengkhianatan yang dilakukan oleh posthouder pada waktu itu. 

            Menurut 'de Vries' pada waktu itu, tahun 1910 posthouder menggunakan strategi (trap) jebakan bahwa Bara Nuri akan diangkat jadi raja Endeh sehingga ia harus datang ke Endeh agar dapat dipilih sebagai Raja (vries-10: 28).

            Dalam waktu yang hampir bersamaan sekitar tahun 1904, perang pecah di beberapa wilayah diantaranya Nanga Baa, Watu Sipi dan beberapa wilayah Lio lainnya. Sehingga Pemerintah Belanda cepat mengirim sebuah kapal, HM Mataram, untuk membantu raja.

            Dalam rangkuman de Vries, situasi politik onderafdeeling Endeh sebelum tahun 1907; Pengaruh pemerintahan Hindia Belanda tidak lebih jauh, melainkan hanya sekitar wilayah kota Ende sebab mereka selalu dihadang oleh Marilonga di wilayah Lio.

KLAIM KESULTANAN BIMA ATAS ENDE;

            Dalam kurun waktu tahun 1800 hingga 1900-an, hubungan kerajaan Bima dan kerajaan Ende sangat erat. Hal ini dapat terlihat dari bukti naskah otentik berupa surat menyurat antara raja Bima, Sultan Ismail dan raja Ende, Indra Dewa. Isi surat tersebut mengisyaratkan bahwa kedua kerajaan ini harus saling menopang antara satu dengan yang lain. Hubungan kedua kerajaan ini telah terbina sejak klaim hikayat kekuasaan Bima masa Tureli Nggampo, sang Makapiri Solo.

            Sebagaimana yang belum banyak diketahui, bahwa berdirinya kerajaan Ende tidak terlepas dari pengaruh Bima sehingga menurut naskah H. Achmad/Held [1995:148, 152-3], proses pengangkatan raja Ende harus berdasarkan mufakat kerajaan Bima. Hal ini menunjukan karakter yang khas klaim legendaris Bima versi "Dewa Sang Bima" dan "Makapiri Solo".

            Isi dari surat raja Bima [Sultan Ismail] di tulis pada 22 Jumadialkhir 1267 H ( 24 April 1851). Bunyi surat itu sebagai berikut:

            :___"Bahwa Paduka Duli Yang Dipertuan Kita Seri Sultan Bima menaruh tanda serta cap didalam ini kertas sebab ada AtanggaE anak Raja Endeh yang bernama AtanggaE Itung, AtanggaE Nuh dan AtanggaE La Bukana, dan AtanggaE Dua dan Jenangoco Sumba bernama Adam yang dititahkan oleh segala kepala-kepala Endeh yang datang meminta perintah, serta idzin kepada Duli Yang Dipertuan Kita kedua dengan tanah Bima, serta dipintanya seorang Kepala Menteri di Bima akan menggelarkan atau mendirikan Rajanya, yang sebagaimana telah dibiasakan oleh raja-raja yang dahulu-dahulu, karena segala Kepala-Kepala sampai segala rakyat Endeh telah sudah bersatuan mufakat dan kesukaan AtanggaE Indra Dewa itulah menjadi Raja yang memerintahkan kepada antero tanah Endeh dan AtanggaE KarsiA itu menjadi Kepala Bicara yang memegang istiadat tanah Endeh.

            Maka adalah Duli Yang Dipertuan Kita kedua dengan tanah Bima terlalu suka hati, sebab Kepala-Kepala Endeh masih juga ingat pekerjaan yang dahulu-dahulu, yang sebagaimana pekerjaan raja-raja yang dahulu mahrum serta dikuatinya dan diteguhinya kehendak orang banyak itu, karena tanah Endeh di bawah perintah tanah Bima memang dari dahulu kala sampai sekarang ini.

            Dari pada itulah Paduka Tuan Kita kedua dengan tanah Bima memberitahukan tuan Petor Bima bernama Tuan Schietno, maka Paduka Tuan Petor menerima dengan kesukaan hati akan meneguhinya serta menguatinya yang sebagaimana yang telah dimufakatkan oleh tanah Bima dengan tanah Endeh yang seperti pekerjaan raja-raja yang dahulu-dahulu sampai sekarang, Tuan Petor Bima menaruh tanda tangan serta cap di dalam kertas. Tertulis pada malam Kamis dua likur hari bulan Jumadilakhir 126."_____:

Surat Balasan Dari Raja Indra Dewa,

            Dua tahun kemudian, tepatnya 2 Syawal 1269 H (3 Agustus 1853), muncul surat balasan dari raja Indra Dewa untuk raja Bima. Bunyi surat itu sebagai berikut:

            :___" Waba'du kemudian dari pada itu adalah Paduka Adinda dan sekalian raja-raja bermahlum perihal Adinda mempersembahkan warakat secarik kecil dengan tiada sepertinya akan menjadi Rabitulmuhib yang tiada mangkata' lagi adanya Adinda dengan Seri Paduka serta membikin surat kiriman yang dibawah oleh AtanggaE Itung itu telah sampailah dengan sejahtera kepada tuju belas hari bulan Julkaidah, maka Adinda baca daripada awal setera hingga akhirnya.

            Maka telah mahfumlah apa yang disebut didalamnya itu, dan jikalau ada kiranya hendak menanyakan hal ihkwal tanah Endeh, Alhamdulillah di dalam hairunnasirin, maka adalah sekalian raja-raja mengkhabarkan Seri Paduka akan Raja sudah mufakat mengangkat Raja Indra Dewa, maka itulah Raja mengkhabarkan Seri Paduka karena tanah Bima dengan tanah Endeh tiada boleh bercerai dari dahulu sampai sekarang demikianlah adanya. Tertulis di dalam negeri Endeh, dua puluh tujuh hari bulan Syawal pada hari Rebu seribu dua ratus enam puluh sembilan"____:

            Dari bunyi naskah surat Sultan Bima diatas, dapat ditafsirkan bahwa hubungan kekerabatan antara kedua kerajaan ini telah lama sekali berlangsung dan menunjukan penemuan bukti legitimasi kerajaan Bima atas Endeh seperti yang tertuang dalam kutipan; "Meminta perintah serta Idzin". Hal ini dapat diartikan klaim souverenitas hegemoni Bima yang "Makapiri Solo" bahwa kepala-kepala Endeh masih ingat pekerjaan yang dahulu-dahulu yang sebagaimana pekerjaan raja-raja dahulu marhum, karena tanah Endeh dibawah perintah tanah Bima dari dahulu sampai sekarang ini.

            Seperti diketahui bahwa klaim "Makapiri Solo" sudah terjadi sejak masa Tireli Nggampo pada tahun 1660 di negeri Bima. Itu berarti klaim dan hubungan kerajaan Bima dengan kerajaan Endeh telah terbangun pada tahun 1660. Kendati demikian, penulis menangkap bahwa ada frase sejarah yang hilang ditengah hiruk pikuknya perkembangan Ende masa kini. Penulis mensinyalir klaim ini bukan saja melekat di pojok-pojok mimpi namun juga terdapat langgam "politik luar negeri" Kesultanan Bima agar mendapat simpati Belanda. Hanya saja, kurangnya literatur sejarah Endeh membuat klaim tersebut seolah memperteguh bahwa Endeh pada masa yang lampau adalah benar berada dibawah kekuasaan Kerajaan Bima.


Terimakasih, semoga bermanfaat! (Y)

Oleh: Marlin Bato
Sumber:https://www.facebook.com/notes/marlin-bato/sejarah-kerajaan-endeh-dan-klaim-bima-atas-endeh/10151631393079532#