Thursday, September 8, 2016

Sekilas Tentang MARI LONGA dan BHARA NURI ( Hero from Ende )

patung kanan Mari Longa, patung kiri Bhara Nuri

1.        MARI LONGA

               Mari Longa dilahirkan di Watunggere, Ende sekitar tahun 1855, sekarang ibukota kecamatan Detukeli Kab Ende, Flores NTT. Nama aslinya Leba (pare adalah jenis sayur yang pahit). Ayahnya bernama Longa Rowa, seorang panglima perang tanah persekutuan Nida. Ibunya bernama Kemba Kore. Sebab sering sakit, maka sang ayah mengganti nama Leba Longa dengan nama Mari Longa. Mari adalah sejenis pohon yang kulitnya sangat pahit serta kayunya sangat keras. Sejak namanya diganti Mari Longa, ia menjadi sangat sehat.
                Mari Longa berperang melawan sesame pribumi. Untuk menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, Belanda menerapkan politik “devide et impera”. Mari Longa ingin berdamai dengan pribumi karena kecerdikan Belanda, maka perang sesama pribumi pun tak terhindarkan. Pertama, perang melawan orang Mego di Maumere sekitar tahun 1895. Pertempuran ini dimenangkan oleh Mari Longa. Kedua, perang melawan orang Lise Lande pada tahun 1897 – 1899 yang dimenangkan oleh Mari Longa. Dalam perdamaian Mari Longa mempersunting seorang gadis Lise. Ketiga, perang melawan orang Londi Lada, dimenangkan oleh Mari Longa. Keempat, perang melawan orang Detukeli. Kelima, perang melawan pasukan Diko Lawi yang kemudian ditaklukan oleh pasukan Anafua pimpinan Mari Longa.
                Revolusi awal perang Mari Longa melawan Belanda dimulai pada tahun 1890. Mari Longa membantu Bhara Nuri (pahlawan Ende, pemimpin pasukan melawan Belanda 1887 – 1891) untuk berperang melawan Belanda. Dalam pertempuran itu, putrid Mari Longa yang bernama Nduru Mari terkena tembakan Belanda. Peluru bersarang di ususnya. Nyawa Nduru Mari tertolong dan hidup. Pertempuran ini dikenal dengan perang “ae mesi nuka tana lala” (air laut naik, tanah runtuh). Perang ini juga sebagai awal perang melawan kolonial Belanda. Pasukan Belanda pun bertekuk lutut dalam perang selama 1893 – 1897 ini.
                Perang Koloni II terjadi pada tahun 1898 – 1902. Pasukan Belanda digiring Mari Longa memasuki hutan sehingga mereka menyerah kalah sebelum banyak menelan korban. Belanda mengajak damai dan ingin mengajak Mari Longa menjadi raja. Belanda licik dan Mari Longa tidak diangkat menjadi raja di Watunggere.
                Perang Koloni III terjadi pada tahun 1905. Kampung Lewagare dibakar Belanda. Mari Longa marah dan bersama pasukannya membantai serdadu Belanda.
                Perang Koloni IV pun meletus lagi pada tahun 1906. Lagi – lagi puluhan pasukan Belanda merenggang nyawa terkena tembakan anak panah otomatis yang dipasang pada jalan masuk kampung Watunggere dan jalan di hutan, dekat benteng Watunggere yang merupakan perkampungan Belanda. Belanda akhirnya menarik pasukannya ke Ende.
                Akhirnya, karena kelicikan Belanda pada tahun 1907 perang koloni V meletus lagi. Mari Longa gugur di depan benteng Watunggere, di tangan kapten Christoffel.


2.        BARANURI

                Baranuri atau lebih dikenal dengan Bhara Nuri atau Bara Noeri, menurut makna suku kata penduduk Ende, berasal dari 2 suku kata “ Noezi” dan “Bhara”. Noezi atau Nuzi berarti bintik-bintik merah di kulit, sedangkan Bhara berarti putih. Memang beliau berkulit putih dengan bintik-bintik merah di kulitnya.
                Baranuri ini, adalah seorang atangga’e (pembesar) di Ende. Yang lahir dan hidup di Ende. Sejarahnya dapat anda lihat di buku sejarah MULOK yang sedang dipelajari di sekolah-sekolah di Kabupaten Ende.
Ada 4 sebab terjadinya perang tersebut :
a.       Perselisihan Baranuri dengan seorang atangga’e/pembesar di Ende, dimana beliau tidak setuju pembesar itu bekerjasama dengan Belanda.
b.      Larangan Belanda terhadap perdagangan budak ke Sumba dan perdagangan senjata Api oleh Belanda tahun 1877, yang sangat merugikan kepentingan Baranuri sebagai pembesar di Ende.
c.       Campur tangan Belanda terhadap masalah perkawinannya dengan wanita dari Sumba. Dimana wanita itu dipulangkan kembali ke Sumba, dengan alasan ia tidak memiliki paspor sah dari Controleur di Sumba. hal ini membuat Baranuri marah karena tanpa sebab Belanda telah mencampuri urusan pribadinya.
d.      Disitanya perahu milik Baranuri oleh Asisten Residen Brugman


                Perselisihan itu sempat membuat Baranuri diasingkan ke Manggarai – kemudian ke Kupang. Pada bulan juli 1890 dia berhasil melarikan diri dan kembali ke Pulau Flores dengan mendarat di Kampung Ngalupolo (Timur kota Ende). Dari situlah, atas bantuan pembesar disana, kemudian dia mengumpulkan prajurit dan menuju ke kota Ende serta membumi hanguskan ladang dan kebun kelapa di Aembonga (salah satu kelurahan di kota Ende).
                Pada tanggal 5 januari 1891, Residen Kupang melaporkan pada Gubernur Jenderal di Batavia bahwa ketika dia tidak dibantu lagi oleh Raja Ende serta sia-sianya pasukan sebanyak 1.100 orang mengepung Baranuri, maka atas keputusan Gubernur Jenderal di Batavia dikirimkanlah 2 kapal perang Belanda JAWA dan VAN SPEIJCK untuk menyerbu Baranuri dari laut Ippi.
                Bersama dengan ditembakkannya peluru mortir dan meriam bertubi-tubi dari laut Ippi, pada bulan Maret 1891, Belanda akhirnya berhasil memusnahkan kampung Manunggo’o beserta bentengnya.
             Peristwa penangkapan Baranuri dlakukan oleh Asisten Residen Belanda bernama Rozet yang baru diangkat. Bermula dari permintaan Kepala Kampung Roworeke dan Waturoga, 2 kampung yang sebelumnya bersekutu dengan Baranuri, yang berkepentingan karena kampungnya telah mengalamai kerusakan berat ketika dibom dari Kapal Belanda itu. Mereka meminta Baarnuri untuk menyerahkan diri.
                Atas rencana dan tipu muslihat Rozet, Baranuri bersedia berunding. Perundingan itu diadakan di Kapal Van Speijck. Ini dimaksudkan agar Baranuri tidak sempat lagi untuk lari dari kapal dan menyelamatkan diri ke gunung. Sebetulnya cara yang dipakai Rozet “ kurang jujur ” . Lebih tepatnya dikatakan sebuah “ penipuan “.
                Akhirnya, sesudah perjanjian perdamaian Onekore diperoleh secara resmi, Baranuri yang kala itu sempat dijanjikan akan dibebaskan nantinya, pada kenyataannya diasingkan ke Kupang dan kemudian ke Jawa. Hingga saat ini, kabar meninggalnya tidak terdengar lagi….dimana sang Pahlawan dimakamkan…

                Kini, kisah Mari Longa dan Baranuri dengan masa kejayaannya tinggal cerita lusuh dan usang. Kesaktian dan kepemimpinan keduanya hanya selembar sejarah yang kini terlampir dalam buku Mulok. Namun sekiranya memberikan roh dan semangat bagi generasi penerusnya untuk terus membangun negeri ini dengan „topo doga, ae bere iwa sele“ (tanpa menyerah dan tak kenal lelah), tidak bermental instan, apatis, hedonis dan malas. Sebab ditangan generasi sekarang akan menentukan masa depan suatu daerah dan bangsa. Banyak ungkapan yang mengatakan jika ingin menghancurkan suatu bangsa maka hancurkanlah generasi mudanya? Kenapa? Karena setelah itu tidak ada lagi generasi yang meneruskan semua cita-cita dan nilai perjuangan apalagi dalam menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Referense: http://www.kompasiana.com/roman/jejak-perjuangan-mari-longa

                     https://ooyi.wordpress.com

No comments: