Wednesday, October 29, 2014

SEJARAH ENDE


ASAL MULA BERDIRINYA KOTA ENDE

Oleh: Marlin Bato
            Cerita asal mula berdirinya Nua Ende meningkat menjadi Kota Ende, samar-samar saja. Dongeng-dongeng yang mengarah kesana tidak sama benar. Fragmen sejarah tidak memberi kejelasan. Karena itu tidak mudah memberikan jawaban atas pertanyaan : Oleh siapa dan kapan Nua Ende di mulaikan. Mythos yang samar-samar perlu diteliti bersampingan dengan fragmen sejarah, agar dua sumber ini Bantu- membantu dalam usaha mencarikan jawaban yang baik.

I. Segi Mythos

            Mythos didirikan Nua Ende adalah unsur pra sejarah yang dapat dijadikan sumber penelitian. Dongeng-dongeng yang diteliti ini adalah kutipan dari karangan S.Roos “ Iets Over Ende “ dan karangan Van Suchtelen tentang onderafdeling Ende.
            S.Roos membicarakan antara lain masalah berdirinya Nua Ende dan Tanah Ende B.B.C.M.M. Van Suchtelen Kontroleur onderafdeling Endemengemukan mythos Dori Woi, Kuraro, Jari Jawa. Perbedaan antara S.Roos dan van Suchtelen ialah mythos Kontroleur S.Roos (Sumbi) dibawakan dengan umum saja, sedangkan mythos Van Suchtelen diceritakan dengan diperinci.

S.ROOS Tentang Nua Ende ,Tana Ende

            Walaupun tidak diperinci namun ceritera yang dikemukan Roos amat berharga. Diceriterakan kepadanya tahun 1872 bahwa kira-kira sepuluh turunan lalu sudah turun dua orang dari langit, Ambu Roru lelaki dan Ambu Mo` do wanita. Mereka kawin dan mendapat lima anak, tiga wanita dua lelaki. Satu wanita menghilang tanpa kembali lagi. Empat anak yang lain melanjutkan turunan Ambu Roru dan Ambu Mo`do
            Pada suatu hari, Borokanda, Rako Madange, Keto Kuwa bersampan dari Pulau Ende ke Pulau Besar karena mereka memasang bubuk disana, untuk menangkap ikan.Mereka mendapat banyak ikan yang separohnya mereka makan ditempat dan yang sisa mereka bawa ke rumah. Sementara makan itu datang tuan tanah Ambu Nggo`be yang diajak turut makan.Pertemuan mereka membawakan persahabatan.
            Ambu Nggo`be mengajak orang-orang itu meninggalkan Pulau Ende supaya berdiam dipulau besar. Anak isteri dan harta milik dapat diboyong kemudian.Ambu Nggo`be berikan tanah dengan syarat mereka harus bayar, satu gading dan se utas rantai mas. Bahan warisan itu masih disimpan Kai Kembe seorang turunan lurus Ambu Nggo`be. Jadi semua syarat dipenuhi dan diselesaikan.Mereka menebang pohon dan semak memulaikan perkembangan yaitu Nua Roja yang kemudian diganti dengan nama Nua Ende.
            Terjadi kawin mawin antara penduduk asal pulau Ende dan penduduk asli. Maka putera Ambu Roru kawin dengan putera Ambu Nggo`be.Beberapa waktu kemudian datang seorang lelaki dari Modjopahit dengan mengendarai ngambu atau ikan paus. Ia berdiam di Ende dan kawin dengan wanita anak putera ambu Roru dan Ambu Nggo`be .Pun seorang Cina berdiam di Ende dan kawin dengan dari keluarga sama ini. Orang Cina itu bernama Maga Rinu ( Sic Bapak Kapitan Nggo`be ).
            Dari ceritera ini dapat disimpulkan bahwa Nua Ende dimulaikan oleh Ambu Nggo`be dan bantuan Ambu Roru dari Pulau Ende dan bantuan orang Majapahit serta orang Cina. Pengambil inisiatip dan penanggung jawabannya ialah Ambu Nggo`be sebagai tuan tanah besar.

B.B.C.M. Van suchtelen tentang Ende dan tana Ende.

            Tiga dongeng berikut ini lebih terperinci yakni dongeng Dori Woi, Kuraro dan Jari Jawa.

A. Mythos Dori Woi
            Atas kebaikan Dori Woi, Sanga Kula menjadi penduduk pertama Pulau Ende. Karena tidak mempunyai anak ia jadikan Raja Redo anak angkat. Redopun tidak mempunyai anak sehingga Ambu Roru dijadikan anak angkatnya. Ambu Roru kawin dengan Puteri Nuru Laila ( Nur Laila) asal daun lontar dan mendapat dua anak wanita, Ambu Mo’do dan Peteri Samasa. Puteri Samasa berangkat ke langit dan menghilang. Tetapi ia turun lagi ke Luwu, lalu kawin dengan seorang putera Luwu. Mereka ini menurunkan raja-raja Luwu di Sulawesi. Ambu Modo kawin ambu nggo’be dari Onewitu. Seorang puera mereka Mosa Pid kawin dengan wanita Sumba kemudian dengan wanita Nggela. Dari perkawinan ini dilahirkan dua puteri Soru dan Toni. Soru kawin dengan Lesu Bata dari Sikka( teks asli Lika) dan menurunkan raja-raja Sikka. Toni kawin dengan Ambu Jua dari Ambutonda, menurunkan raja-raja Ende. Jelas dari dongeng Dori Woi bahwa ia penurun turunan raja-raja tetapi melalui Ambu Nggo’be. Ambu Nggo’be kawin juga dengan wanita dari Sikka bernama Sodong ( sic Bapak Kapitan Nggo’be). Dari cerita ini dapat dilihat bahwa berbagai orang turut membangun Nua Ende. Tetapi pengambil inisiatip dan penanggung jawabnya adalah tuan tanah yaitu Ambu Nggo’be.

B. Kuraro dan Nua Ende, Tana Ende

            Seorang puteri Tonggo hamil dari kerbau putih. Ketika ayahnya mau membunuh kerbau ia halang-halangi karena kerbau putih itu suaminya. Ayah marah dan menolak dia dari gunung ke lembah. Dari peristiwa ini perempuan itu disebut Ambu Kora. Ia lahirkan puteranya Raro. Mereka berpindah ke Pulau Ende lalu tinggal dengan Sugi Mbo, Mosa Pio. Dalam perang dengan Numba mereka bantu Barai lawan Numba. Ketika Numba dan Barai bersatu lagi mereka terpaksa meminta tanah tempat kediaman kepada Embe Nggo’be dari Detu Kou. Tanah yang diberikan dibagi oleh Mosa Pio ialah Kora dan Raro mendapat Kuraro serta Sugi Mbo dan Mosa Pio mendapat yang sisa dimana mereka mendirikan Nua Ende. Pun cerita ini menjelaskan bahwa berbagai orang turut dalam meletakkan dasar bagi Nua Ende tetapi penanggung jawab resmi dan terutama ialah tuan rumah Ambu Nggo’be yang realisasinya memanfaatkan berbagai tenaga sahabat.

KESIMPULAN MYTHOS S. ROOS DAN VAN SUCHTELEN

            Dari cerita donggeng-donggeng ternyata peranan Ambu Nggo’be menentukan, karena mempunyai kedudukan sebagai tuan tanah besar. Jadi usaha membangunkan Nua Ende ada suatu usaha menurut rencana Ambu Nggo’be. Dasar Nua Ende ini dalam perkembangannya sejarah meningkat menjadi Kota Ende. Dalam kegiatan membangun Kota Ende, Ambu Nggo’be memanfaatkan berbagai tenaga antara lain Ambu Roru, Sugi Mbo, Mosa Pio, Jari Jawa, Maga Rinu. Dua tenaga akhir adalah tenaga Jawa Majapahit dan tenaga Cina karang kapal. Jadi jawaban mythos terhadap pertanyaan siapa yang mendirikan kota Ende ialah Ambu Ngoo’be, cs Nua Ende di zaman Ambu Nggo’be adalah kota Ende in making.


Cacatan:
            S. Roos 1872. Tanah Ende terdiri dari satu negeri besar didataran pesisir. Batas-batasnya : Barat teluk Ende, Timur teluk Ipi, Utara gunung-gunung Ende, Selatan Gunug Meja, Roja, Ia serta Tanjung Ia yang menceraikan teluk Ipi dari teluk Ende.
            Nua Ende terletak menyusur pantai. Tak terlihat dari pantai sebab ditutup duri perang (cactus). Jalan-jalannya sempit berduri perang juga. Nua Ende terbagi atas lingkungan – lingkungan :
            Ai Wani Sapu – Ai Wani –Ai Wani Tonda- Ndao- Emburima.Wani Wona – Embu Gaga – One Kota.Potu – Aembonga- Pemo.Manubara- Koposawu – Ambu Tonda.Ambu Wona – Ambu Dai – One Witu.Kuraro – Kerimando – Reko.
            Penduduk Ende itu penduduk campuran dengan orang Sumba, Bima/Sumbawa, Pijo, Makasar. Pengaruh Makasar nampak jelas, pun dalam berpakian pengaruh Makasar itu nampak sekali.

II. Segi Sejarah

            Dr. G. P. Rouffare tandaskan : sumber Eropah terbaik untuk mengenal pulau-pulau dikawasan Timur Nusantara ialah Kisah Pelajaran Pigafeta. Ia turut pelayaran mengelilingi dunia 1519 / 1522, dikepalai oleh Fernao de Magalhaes. Setelah gugur 27 April 1521 di Matan dekat Zebu-Filipina, Yuan Sebastian de Elcano mengambil alih pimpinan. Dari lima kapal yang turut hanya satu kapal yang selamat yaitu kapal Victoria. Pencatat peristiwa harian yang tertib dalam pelayaran ialah Pigafeta. Dalam mengusut unsure histories dimanfaatkan buku karangan C. C. E. M. Lerouc, berjudul : De Elcanos tocht door den Timor – archipel met Magalhael ship Victoria. Buku ini diterbitkan di Weltevreden 1928. beberapa fakta yang berhubungan dengan Ende akan digencet dengan teliti.
Kutipan halaman 46 dst.
            Judul dari sub bab : pemberitaan Pigafeta mengenai deretan pulau antara Timor dan Jawa. Teks asli berbahasa Spanyol, teks Belanda diterjemahkan Leroux, teks Indonesia oleh Pater Piet Petu. “ dikatakan kepada kami (demikian Pigafeta) bahwa satu hari pelayaran dari sini ( Timor) dengan mengambil arah barat laut, akan kami temukan satu pulau dimana terhadap kayu manis (canella), dan pulau itu disebut Ende. Penduduknya kafir dan belum mempunyai raja. Disebutkan juga pulau-pulau yang terletak diantara Timor dan Jawa sampai Malaka : Ende, Tana Butun, Creueo, Chile, Bimakore, Aranaran, Mani, Sumbawa, Lomboch, Chorum, Java Major.”
            Catatan dibuat ketika kapal Victoria berada di Atapupu (Atafufuz), antara Maubara dan Batu Gade 25 / 26 Januari 1522. Jadi mereka ada dalam pelayaran dari Timor menuju Jawa mengarungi laut Chidul.

NEGARA KERTAGAMA 1357

            Sumber ini menceritakan perebutan wilayah oleh Majapahit dikawasan Timur Nusantara untuk mengalahkan Domp. Sumber ini tidak menyebut nama Ende. Tetapi satu sumber lain historis of Java Majapahit ( Vol II edisi 4 London 1817, hal. 121)
            Pemberitaan itu dikutip Rafles dari manuskrip Natakoesoema mengenai kawasan Timur Nusantara : Sumenep, Bali.
            Di tulis dalam manuskrip itu bahwa Ende adalah jajahan Majapahit direbut oleh Andya Ninggrat atau Ratu Pengging.
            Route pelayaran 1357, melalui Larantuka, Solor menuju Laut Sawu mengunjugi pulau-pulau ; Timor, Ende atau Flores, Sumba, Bima mungkin juga Sabu (dimana terdapat kerajaan Majupai. Hubungkanlah peristiwa ini dengan myhthos Jari Jawa di Ende). Ceritera expedisi Majapahit disebut dalam Mythos yang dapat mempunyai dasar histories sehingga merupakan fakta-fakta yang didonggengkan. Atas dasar ini Natakoesoema menyebut Ende itu jajahan Majapahit sehingga dimanfaatkan Raflles dalam menyusun bukunya The history of Java.
            Mendahului penerbitan buku, History of Java 1872, Pigafeta duluan menyebut Ende sebagai pulau penghasil kayu manis : 25/26 Januari 1522.
            “ Arah Barat Barat Laut terdapat kayu manis dipegunungan (pemisah) yang memanjang diseluruh pulau, terutama Ende Utara dan Manggarai. Kayu manis itu adalah produk biasa disana”.
            Dengan nama “ pulau kayu manis “ Pigafeta maksud di Pulau Besar bukan Pulau Ende kecil itu. Berdasarkan alasan bahwa pulau besar ini oleh Pigafeta disebut Ende, maka harus ada dasar yang benar ialah Nua Ende atau Tana Ende sudah ada mendahului pemberitaan Pigafeta.
            Pada catatan kaki 2 terdapat kutipan C. C. F. M. Leroux dari buku P. A. van Tiele 1886 berjudul : Timbulnya kekuasaan Belanda di Hindia Timur. Halaman 19. Van Tiele mengutipnya dari surat Apollonius Scotte, tentang perebutan pulau Solor 1613.
            “ Dari penduduk yang masuk kekuasaan kita (VOC) termasuk juga YNDE( Ende ) dan Galliau (kayian).”
            Dikutip juga oleh van Tiele Mai 1614 bahwa tempat-tempat berdagang yang bertetangga dengan Solor di selatan ialah : Inde (Ende) Cicka (Sikka) dan Bajou (Bajo = Maumere ) dan Galliou ( Kayian) di utara.
Unsur Hindu Jawa di Ende 1357 (?) (kutipan halaman 41)
            Pengaruh Majapahit disiratkan dalam donggeng yang tak jelas. Jari Jawa sudah datang dari Jawa mengendarai seekor ikan paus (ngambu). Ia menjadi raja I di Ende. Berita ini harus digencet dengan teliti dan kritis. Alasannya ialah karena pemberitaan Pigafeta tanggal 25/26 Januari 1522 mengatakan belum ada raja. Jadi ceritera Jari Jawa sebagai Raja I di Ende itu adalah ceritera belakangan, yakni sesudah 25/26 Januari 1522.
            Dongeng yang dibawakan di Wolomari Ende Utara mengatakan, penduduk pertama Ende berasal dari Majapahit (lelaki, wanita, anak-anak). Ceritera ini harus diartikan dengan kritis karena tidak ada tanda-tanda transmigrasi penduduk Majapahit ke Ende. Ceritera yang historis mengatakan bahwa terjadi ekspedisi militer tahun 1357.
Unsur Cina di Ende
            Ceritera seorang Cina yang menderita karam kapal dan diselamatkan di Ende dan kemudian menetap dan kawin disana (sie Roos) perlu diteliti dengan hati-hati. Nama orang Cina itu (sie Bapak Kapitan Nggo’be) ialah Maga Rinu.(Turunannya mungkin ada di Ambugaga)
            Tetapi menurut sejarah sumber Tionghoa membicarakan hanya pulau Timor sebagai pulau penghasil kayu cendana yang digemari.
            Dalam abad ke X pulau Timor belum dikenal dalam pemberitaan tua Cina. Waktu itu kayu cendana disebut santulum sebagai produk Pulau Jawa. Dikatakan juga bahwa produk ini hampir punah karena terlampau banyak digunakan untuk membuat ukiran-ukiran kayu dan untuk hulu keris. Pemberitaan lebih kemudian dari Tiongkok tahun1300 menyebutkan Pulau Timor itu Ti-wu. Pemberitaan oleh Chau Ju Kua dalam karangannya bernama Chu-fauchi membahas tetang kayu cendana di Timor, bahwa pulau ini takluk kepada kepada Jawa yang disebut cho-p’o.
            Tentang pulau Borneo dikatakan terletak dekat Ti-mon (Ti-mor ) dan pulau Borneo mereka sebut Po-ni. Tetapi berita tua dari Cina tentang Ende tidak ditemukan dalam sumber-sumber tua misalnya Pigafeta.
Ende, 15 Nopember 1974
Penyusun ,
( Pater Piet Petu, SVD )



Sumber: portal.endekab.go.id/selayang-pandang/sejarah-ende.html

AKU TABAH KARNA CINTA



Karya : rahmat balok

Pada hari itu, aku mendengarkan seseorang mengatakan cinta telah mengubah beras menjadi bubur. Tetapi aku bingung, apakah ini nama cinta?
Aku mulai mencoba untuk mengerti, jalannya menuju cinta. Pada 15 februari, cerah awan sangatlah indah. Aku terus mengingat kata-kata cinta yang dikatakan seseorang tersebut.
Cinta tuhan, tidak dapat di hitung dengan mulut. Tapi hanya dapat dilihat oleh selapis mata, bahwa cinta telah memberi kita kebersamaan. Dalam cinta, awan-awan yang bertumpukan dan ombak yang beralun serta matahari yang terang, telah memberikan sebuah harapan cinta segudang dunia.
Hari-hari terus berlalu, seakan-akan pohon ingin bicara tentang cinta. Bulanpun mengeluarkan bintang, seolah-olah cinta telah bicara. Seperti kata temanku, jika bintang telah keluar maka cinta akan bersinar. Para remaja, mulai bersolek dalam dalam tatapan kaca. Para orang tua mulai bicara, cinta itu dalam dan jauh seperti bintang, jadikan cinta dalam kebaikan.
Begitu cepat hari berlalu, Buloh seuma tetap seperti itu. Banyak orang yang berpindah ketempat lain, seperti burung ingin terbang tinggi mencari tempat yang indah seperti pelangi. pemerintah mulai berjanji, Buloh seuma akan menjadi maju seperti istana lainnya. Rupanya itu adalah syair kebohongan lagunya, untuk merayu dan menipu rakyatnya.
Kawan-kawan berkata,”bagaimana kamu bisa bertahan tanpa jalan, lampu yang tiada, jaringan yang terputus. Kawan, itulah cinta dalam gelap ia terang. Pedang yang tumpul menjadi tajam. Apa boleh buat, seperti lagu Rhoma bersakit-sakit dahulu baru bahagia kemudian. Kapan kebahagiaan itu datang biarlah tuhan yang merencanakan dan kami hanya bisa berusaha agar mudah melangkah menuju jalan kesejahteraan.
Masyarakat mulai tak tenang, mereka menunggu terus-menerus janji dari pembual pemerintahan. Rasanya tak habis-habis, seperti lagu yang di putar untuk durasi seratus tahun sehingga rakyat terus terlena dibawa irama bersama angin yang membuat mereka tertidur.
Persoalan terus menambah dengan kemajuan saat zaman ini, apa daya Buloh seuma terus ketinggalan pendidikan, pembangunan, transportasi dan ilmu pengetahuan masih sangat minim. Peluang kerja sangat kecil dan anak banyak terputus sekolah akibat biaya yang tak sanggup dari orang tua.
Tapi anak-anak tersebut. Terus berusaha sekuat mungkin, seperti benteng yang menjaga rajanya dari senjata. Perjuang untuk pendidikan terus dilakukan walapun itu hanya sebatas SD, SMP dan SMA.
Buloh seuma terdiri dari tiga desa pertama,” Desa kuta padang, kedua desa raket dan ketiga desa gampong tengoh. Pekerjaan Penduduk rata-rata petani dan pelaut. Dan juga menghasilkan madu asli. Mereka selalu berjuang untuk anak-anaknya, agar suatu hari nanti mereka menjadi lebih baik dari mereka dan Buloh seuma menjadi maju dan itu adalah harapan masyarakat buloh seuma. Ada beberapa mahasiswa buloh seuma, yang menyambung kependidikan perguruan tinggi. Dengan usaha yang cukup keras, mereka ini terus berjuang dalam ilmu pendidikan, agar buloh seuma menjadi lebih baik ke depan.
Mereka adalah pemuda dan putri, yang pantang menyerah dan mereka membuat tekad serta niat yang kuat. Seperti langit yang tak akan jatuh kebumi itulah tekad mereka untuk bisa berpendidikan.
Mahasiswa Buloh seuma, melakukan aksi demo di simpang lima banda Aceh dan di kantor gubenur untuk meminta keadilan. Seperti tertera di pancasila, kemanusiaan yang adil dan beradap. Tapi pemerintah tetap saja memberikan janji palsu.
Masyarakat akhirnya, sepakat tiga desa kemukiman buloh seuma ini untuk berpindah ke kabupaten Aceh singkil dan mengembalikan kartu tanda penduduk(KTP). Karna mereka menggap kab Aceh selatan, hanya bisa memberi harapan angin yang berlalu tidak ada tujuannya.
Berita ini, menggemparkan pemeritahan Aceh selatan. Karna tak ingin Buloh seuma menjadi wilayah Aceh singkil. Pemerintahan Aceh selatan, lansung turun di buloh seuma agar bisa bicara langsung dengan masyarakat. Mereka sama saja lagu lama masih saja di putarkan walaupun sekarang jalan dibuat hanya bisa berjalan seperti lompatan kodok masih saja mereka memberi harapan palsu.
Aku mencoba mengerti sinar matahari, dan aku mulai menghargai gelap malam tiba. Ketika semua telah di pahami maka arti akan bernilai dalam perjalanan kehidupan ini. Masyarakat mulai menilai bukan cinta yang tabah, tapi seharus kita yang tabah terhadap cinta. Karna cinta membuat kita bersatu untuk maju, satu kan tangan berpegangan bersama agar kuat sehinngg tak terlepaskan pada titik tujuan.


Tamat.