Oleh Sipri Seko
PRESIDEN pertama RI, Soekarno, punya pengalaman
sendiri tentang Pulau Ende. Dia pernah menulis sebuah drama yang kemudian
dipentaskan bersama klub Toneel Kelimutu, semasa ia dibuang di Ende oleh
Pemerintahan Kolonialisme Belanda.
Dari banyak literature tentang Soekarno, diketahui bahwa
drama itu diberi Rendo Rate Rua. Mengapa harus Rendo Rate Rua? Rendo Rate Rua
punya sejarah penting yang berhubungan dengan keberadaan bangsa Portugis di
Pulau Ende. Ada banyak versi yang menceritakan tentang tahun keberadaan Portugis
di Pulau Ende. Namun yang paling banyak disebut adalah tahun 1561.
Saat itu entah dalam perjalan penjajahan atau bisnis, bangsa Portugis singgah di Pulau Ende. Masyarakat Nampak sinis dengan keberadaan mereka, mengingat Belanda yang sedang menjajah sudah sudah menaburkan benih dengan mereka. Bule adalah lawan bagi masyarakat asli Pulau Ende. Hal itulah yang kemudian orang-orang Portugis yang dipimpin Louis Fernando membangun sebuah benteng di Pulau tersebut atau tepatnya di Dusun Paderape, Desa Rendo Rate Rua.
Saat itu entah dalam perjalan penjajahan atau bisnis, bangsa Portugis singgah di Pulau Ende. Masyarakat Nampak sinis dengan keberadaan mereka, mengingat Belanda yang sedang menjajah sudah sudah menaburkan benih dengan mereka. Bule adalah lawan bagi masyarakat asli Pulau Ende. Hal itulah yang kemudian orang-orang Portugis yang dipimpin Louis Fernando membangun sebuah benteng di Pulau tersebut atau tepatnya di Dusun Paderape, Desa Rendo Rate Rua.
Rendo Rate Rua sendiri, oleh berbagai cerita yang
berkembang dalam masyarakat setempat seperti diceritakan beberapa penduduk asli
ketika ditemui, Senin (12/9/2011), adalah anak kandung dari Louis
Fernando. Anak gadis itu meninggal dalam sebuah pertikaian dengan
penduduk asli setempat. Untuk mengenangnya, daerah tersebut kemudian diberi
nama Rendaretarua hingga sekarang sudah menjadi sebuah desa.
Untuk mencapai Pulau Ende, terlebih dahulu kita harus
berlayar dengan kapal motor kayu milik masyarakat dari Kota Endelebih kurang
satu jam. Kapal akan bersandar di dermaga yang dikenal dengan nama Kemo.
Dermaga ini saat ini sudah dibangun dengan dana APBN miliaran rupiah sehingga
Nampak sangat megah.
Tak sulit untuk menemukan bekas benteng Portugis itu. “Anak liat pohon beringin itu? Turun dari pelabuhan sini langsung naik ke atas,” kata seorang ABK KM Al- Amin menjelaskan. Agak kesulitan memang menuju bekas benteng itu. Pasalnya, masyarakat setempat sudah tidak perduli lagi dengan keberadaan benteng tersebut. Hal itu terbukti tak ada jalan masuk ke benteng itu. Untuk mencapainya, kita terpaksa harus masuk lewat samping rumah penduduk dan mendaki sebuah tanjakan lebih kurang 50 meter dari jalan raya.
Namun peninggalan bangsa asing yang sangat bersejarah itu ternyata hanya tinggal nama. Nyaris sudah tak ada lagi tanda atau bekas bahwa di sana pernah ada benteng yang sangat terkenal. Tak ada bangunan tembok yang kokoh disertai meriam seperti yang dibayangkan. Yang tampak hanya sebuah bekas tembok yang sudah runtuh. Yang tersisah hanya tembok setinggi dua meter dengan panjang dua meter lebih. Itupun sudah ditumbuhi ilalang dan pepohonan perdu sehingga nyaris tak nampak dari jarak lima meter.
Masyarakat setempat seperti Abidin, Fatah, Abdulah, Aminah dan lainnya mengaku sering melihat orang luar/turis datang untuk mencari bekas benteng Portugis tersebut. Namun masyarakat sendiri tak perduli lagi. “Di sini masyarakat hamper sudah lupa tentang cerita keberadaan benteng ini apalagi omong tentang nilai sejarahnya. Kami tahu bahwa pernah ada Portugis di sini yang dibuktikan dengan keberadaan bentengnya, namun pemerintah saja tidak perduli, apalagi dengan masyakarat biasa,” kata Abidin.
Tak sulit untuk menemukan bekas benteng Portugis itu. “Anak liat pohon beringin itu? Turun dari pelabuhan sini langsung naik ke atas,” kata seorang ABK KM Al- Amin menjelaskan. Agak kesulitan memang menuju bekas benteng itu. Pasalnya, masyarakat setempat sudah tidak perduli lagi dengan keberadaan benteng tersebut. Hal itu terbukti tak ada jalan masuk ke benteng itu. Untuk mencapainya, kita terpaksa harus masuk lewat samping rumah penduduk dan mendaki sebuah tanjakan lebih kurang 50 meter dari jalan raya.
Namun peninggalan bangsa asing yang sangat bersejarah itu ternyata hanya tinggal nama. Nyaris sudah tak ada lagi tanda atau bekas bahwa di sana pernah ada benteng yang sangat terkenal. Tak ada bangunan tembok yang kokoh disertai meriam seperti yang dibayangkan. Yang tampak hanya sebuah bekas tembok yang sudah runtuh. Yang tersisah hanya tembok setinggi dua meter dengan panjang dua meter lebih. Itupun sudah ditumbuhi ilalang dan pepohonan perdu sehingga nyaris tak nampak dari jarak lima meter.
Masyarakat setempat seperti Abidin, Fatah, Abdulah, Aminah dan lainnya mengaku sering melihat orang luar/turis datang untuk mencari bekas benteng Portugis tersebut. Namun masyarakat sendiri tak perduli lagi. “Di sini masyarakat hamper sudah lupa tentang cerita keberadaan benteng ini apalagi omong tentang nilai sejarahnya. Kami tahu bahwa pernah ada Portugis di sini yang dibuktikan dengan keberadaan bentengnya, namun pemerintah saja tidak perduli, apalagi dengan masyakarat biasa,” kata Abidin.
Rupanya pemerintah Portugal sudah memiliki upaya untuk
menapaktilasi jejak perjalanan nenek moyangnya menaklukkan dunia. Meski
bekas bentengnya nyaris hilang, namun mereka masih ingat keberadaan Pulau Ende.
Mereka sudah menurunkan banyak bantuan gratis kepada masyarakat di sana. Bak
penampung air, sumur hingga WC sudah dibantu. “Kami di sini terima saja.
Mungkin mereka teringat dengan keberaan nenek moyang mereka di sini sehingga
bantu masyarakat,” kata Fatah.
Ende, memang terkenal dengan sejarah. Di sana ada
keajaiban dunia. Di sana banyak lahir inspirasi. Entah karena mungkin sangat
banyak peninggalan sejarah di Ende, pemerintah setempat sudah lupa yang lain.
Apakah benteng ini hanya tinggal sejarah dalam cerita? Ataukah sudah saatnya
sekarang kita abadikan bahwa Pulau Ende pernah menjadi pilihan hidup bangsa
asing. Bukan tak mungkin masyarakat asli Pulau Ende ada karena dibawa bangsa
Portugis?
by: http://sipriseko.blogspot.com/2011/09/benteng-portugis-itu-tinggal-nama.html
1 comment:
Ketika kita liburan di jepara banyak tempat wisata jepara yang patut kita kunjungin yaitu :
1. Pantai Kartini
2. Pantai Bandengan
3. Benteng Portugis
4. Pulau Karimun Jawa
Silahkan liburan di jepara ketika liburan sekolah tiba.
Post a Comment